Puasa adalah tindakan sukarela dengan berpantang dari makanan, minuman, atau keduanya, perbuatan buruk dan dari segala hal yang membatalkan puasa untuk periode waktu tertentu[1]. Puasa mutlak biasanya didefinisikan sebagai berpantang dari semua makanan dan cairan untuk periode tertentu, biasanya satu hari (24 jam), atau beberapa hari. Puasa lain mungkin hanya membatasi sebagian, membatasi makanan tertentu atau zat. Praktik puasa dapat menghalangi aktivitas seksual dan lainnya serta makanan.
Puasa dan agama
Puasa sering dilakukan dalam rangka menunaikan ibadah dalam suatu agama atau sesuatu kewajiban yang harus di lakukan Manusia menurut kepercayaanya Agamanya.Puasa dalam Islam
Dalam Islam, puasa (disebut juga shaum), dilakukan selama satu bulan penuh, yakni bulan Ramadan dan ditutup dengan Hari Raya Lebaran, menahan diri dari makan dan minum dan dari segala perbuatan yang boleh membatalkan puasa seperti perbuatan-perbuatan yang tidak baik termasuk dalam perkataan, tidak bertengkar, menjaga pola pikir, hawa nafsu, dan juga untuk melatih kesabaran, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat. Sesuai perintah dalam kitab suci umat islam Al Quran puasa juga menolong menanam sikap yang baik. Dan kesemuanya itu diharapkan berlanjut ke bulan-bulan berikutnya, dan tidak hanya pada bulan puasa.Puasa dalam Katolik
Dalam Katolik, puasa Menurut faham Katolik puasa berarti makan kenyang satu kali sehari (dalam waktu 24 jam) dan dua kali sedikit. Minum air tidak termasuk soal puasa. Namun saat sekarang ini lebih ditekankan makan kenyang satu kali sehari menahan hal-hal dari keiginan dunia dan keiginan daging(manusia), seperti tidak makan tidak minum termasuk menahan nafsu, Puasa sikap, cara berpikir,tingka laku yang tidak baik, juga Puasa yang bisa di ikut sertakan hal-hal yang paling di sukai untuk dipuasakan dalam melawan keiginan dunia yang intinya Pertobatan yang dilakukan selama 40 hari menjelang menanti Paskah atau di kenal masa prapaskah. Di samping puasa resmi itu secara pribadi umat Katolik disarankan untuk berpuasa pada hari-hari lain yang dipilihnya sendiri sebagai ungkapan tobat dan laku tapa. Selain berpuasa, Gereja juga mempunyai kebiasaan berpantang. Pantang dilakukan setiap Jumat sepanjang tahun, kecuali jika hari Jumat itu bertepatan dengan hari raya gerejawi. Pada hari-hari puasa dan pantang, Umat Katolik diharapkan dapat meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian untuk berdoa, beribadat, melaksanakan olah tobat dan karya amal.Puasa dalam Protestan
Dalam Protestan, keyakinan puasa Kristen Protestan tidak ada bedanya dengan katolik melawan keinginan dunia keinginan daging(manusia) yaitu puasa makan minum dan hal-hal yang tidak baik dalam tingka laku juga pikiran, dalam perotestan dan aliran protestan yang lain ada juga Cara Puasa dalam hal-hal tertentu selain puasa makan dan minum yaitu berpuasa mengenai rutinitas yang sering dilakukan yg paling disukainya Contohnya: Puasa Tidak menonton Tv atau puasa mendegarkan lagu selama 1 minggu, 1 bulan atau dalam jangka waktu tertentu, ada juga contoh-contoh lain yaitu rutinitas dimana kalau sedang tidak berpuasa itu sulit di hindari Rutinitas seperti itulah yang di puasakan dalam Protestan, umat katolik juga biasa melakukan puasa ini, karna inti dalam puasa Kristen ialah menahan hawa nafsu, keiginan duniawi. Tujuan berpuasa juga sama dengan Katolik sesuai ajaran dalam alkitab (injil), yang membedakanya hanya pelaksanaan dan tatacarannya. Puasa protestan tidak berpatokan pada hari-hari tertentu harus berpuasa, tetapi dalam keyakinan Protestan Pribadi masing-masing yaitu manusia itu sendiri yang menentukan hari untuk berpuasa yang dipilihnya sendiri selama 1 minggu, 1 bulan dan jangka waktu tertentu yang dipilihnya di harapkan bisa lagi berlanjut di bulan-bulan berikutnya. Dalam melaksanakanya Pribadi yang berpuasa sebisa mungkin tidak di ketahui oleh kerabat, sanak soudara, dan orang-orang di sekitarnya di saat berpuasa, oleh sebab itu puasa Protestan tidak di umumkan secara resmi. Agama Kristen Protestan secara resmi tidak mewajibkan untuk berpuasa yang berarti tidak memiliki bulan khusus untuk berpuasa, tapi Ketua masing- masing Gereja mengajarkan pada umatnya menyempatkan diri agar sesering mungkin Berdoa dan Berpuasalah dengan keinginan, ketulusannya sendiri bukan karena paksaan. Patokan berpuasa Umat Kristen Katolik dan Kristen Protestan sama-sama mengambil dasar dalam ajaran Alkitab.Puasa dalam Kristen
Dalam Kristen Pada umumnya, Ajaran Puasa Umat Kristen Intinya adalah pertobatan, melawan keiginan duniawi, keiginan daging yang di maksud arti daging dalam arti kristen daging adalah manusia itu sendiri karna manusia berdaging maka umat kristen lebih sering menyebutkan manusia dalam kata-kata tertentu sebagai daging jadi artinya keinginan daging yaitu keinginan manusia itu sendiri, dan juga mengajarkan berpuasa agar sebisa mungkin tidak memberitahukan atau di ketahui kepada sesamanya yang sedang berpuasa atau sesamanya yang sedang tidak berpuasa termasuk merahasiakan hari apa dia akan mulai berpuasa, menyamarkan tubuhnya agar tidak terlihat sedang berpuasa dari orang lain bahkan sesama keyakinan sendiri, itu sebabnya Puasa Kristen pada Umumnya banyak yang tidak diketahui keberadaanya oleh keyakinan non Kristen dan media publik. Dalam beberapa aliran Kristen hanya pelaksanaan dan tata caranya saja yang berbeda inti dan tujuanya sama.Puasa dalam Yahudi
Dalam Yahudi Puasa untuk umat Yahudi bermakna menahankan diri keseluruhannya dari makanan dan minuman, termasuk air. Gosok gigi diharamkan pada puasa hari besar Yom Kippur dan Tisha B'Av, tetapi dibenarkan pada puasa hari kecil. Umat Yahudi yang mengamalkan berpuasa sampai ke enam hari pada satu tahun. Dengan pengecualian Yom Kippur, puasa tidak dibenarkan pada hari Sabat, karena rukun menyimpan hari Sabat itu adalah menurut Alkitab(injil) ditentukan dan mengatasi hari-ari puasa berinstitusi rabbi kemudian. Yom Kippur adalah satu-satunya rukun yang mana ditentukan dalam Torah.Puasa, sering dilakukan dalam rangka menunaikan ibadah, juga dilakukan di luar kewajiban ibadah untuk meningkatkan kualitas hidup spiritual seseorang yang melakukannya. Hal semacam ini sering ditemukan dalam diri pertapa.
Manfaat Puasa untuk Kesehatan
Kesehatan merupakan nikmat yang tidak dapat dinilai dengan harta benda. Untuk menjaga kesehatan, tubuh perlu diberikan kesempatan untuk istirahat. Puasa, yang mensyaratkan untuk tidak makan, minum, dan melakukan perbuatan-perbuatan lain yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani.
Puasa dapat mencegah penyakit yang timbul karena pola makan yang berlebihan. Makanan yang berlebihan gizi belum tentu baik untuk kesehatan seseorang. Kelebihan gizi atau overnutrisi mengakibatkan kegemukan yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti kolesterol dan trigliserida tinggi, jantung koroner, kencing manis (diabetes mellitus), dan lain-lain.
Pengaruh mekanisme puasa terhadap kesehatan jasmani meliputi berbagai aspek kesehatan, diantaranya yaitu :
- Memberikan kesempatan bagi alat pencernaan untuk beristirahat.
- Membebaskan tubuh dari racun, kotoran, dan ampas yang merusak kesehatan.
- Memblokir makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker sehingga kuman-kuman tersebut tidak bisa bertahan hidup.
- Menambah jumlah sel darah putih dan meningkatkan daya tahan tubuh. Pada minggu pertama puasa belum ditemukan pertumbuhan sel darah putih. Namun, mulai hari ketujuh (minggu kedua), penambahan sel darah putih pesat sekali. Darah putih merupakan unsur utama dalam sistem pertahanan tubuh.
- Menyeimbangkan kadar asam dan basa dalam tubuh.
- Memperbaiki fungsi hormon yang diperlukan dalam berbagai proses fisiologis dan biokimia tubuh. Hormon dikeluarkan oleh kelenjar endokrin dan hipofisis sebagai reaksi tubuh terhadap berbagai tekanan dan stres lingkungan. Kekurangan atau kelebihan produksi hormon tertentu akan berdampak buruk pada kesehatan tubuh. Misal ketika mengalami stres, hormon insulin dan adrenalin yang mengatur waktu lapar terganggu sehingga nafsu makan hilang atau bahkan datang lebih cepat. Kekurangan produksi hormon insulin berakibat munculnya penyakit diabetes, sedangkan bila berlebihan tubuh akan menderita hiperglikemia. Pada saat puasa orang akan bersabar dan berusaha menahan amarah dan senantiasa pasrah pada Tuhan. Hal itu akan membuat fungsi hormon berjalan normal sehingga irama hidup lebih harmonis.
- Meremajakan sel-sel tubuh. Ketika kita berpuasa, organ tubuh berada pada posisi rileks, sehingga mempunyai kesempatan untuk memperbarui sel-selnya.
- Meningkatkan fungsi organ tubuh. Puasa akan memberikan rangsangan terhadap seluruh sel, jaringan, dan organ tubuh. Efek rangsangan ini akan menghasilkan, memulihkan, dan meningkatkan fungsi organ sesuai fungsi fisiologisnya, misalnya panca indra menjadi lebih tajam.
- Puasa meningkatkan fungsi organ reproduksi. Hal ini terkait dengan peremajaan sel-sel yang berpengaruh pada sel-sel urogenitalis dan alat-alat reproduksi lainnya. Hormon yang berkaitan dengan masalah perilaku seksual tidak hanya dihasilkan oleh organ indung telur (estrogen) dan testis (testosteron), tetapi juga oleh kelenjar hipofisis.
Anjuran sahur bukan semata-mata untuk mendapatkan tenaga yang prima selama menunaikan ibadah puasa, melainkan juga mengandung makna bahwa puasa perlu persiapan agar selama berpuasa produktivitas kerja dan aktivitas sehari-hari tidak terganggu.
Pada waktu buka puasa dan sahur suplai gizi perlu diusahakan memenuhi unsur-unsur yang dibutuhkan tubuh, meliputi enam jenis zat gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Pentingnya keseimbangan gizi sering kurang disadari karena hasilnya tidak terlihat langsung. Seseorang yang kekurangan zat gizi tertentu sama bahayanya dengan mereka yang kelebihan gizi tertentu. Makan yang seimbang baik dalam porsi maupun gizi akan mempengaruhi susunan saraf pusat dan kondisi biokimia tubuh. Makan yang seimbang adalah makan yang tidak kekurangan tetapi juga tidak berlebihan, yang disesuaikan dengan usia, kualitas dan kuantitas gerak serta kondisi tubuh.
Pada beberapa orang, pada saat puasa mempunyai keluhan seperti merasa lemas dan lesu atau stamina menurun, juga gangguan pencernaan seperti perut kembung dan gangguan lambung. Beberapa bahan pangan tertentu seperti madu, jahe, kencur, temu lawak, dan bahan-bahan lainnya dapat digunakan untuk mengatasi stamina menurun, kembung, dan gangguan lambung pada saat puasa.
Berikut beberapa bahan alami yang dapat digunakan agar puasa tetap fit dan segar.
1.MADU
Khasiat : meningkatkan stamina serta mempertahankan stabilitias tubuh agar tetap sehat dan bugar, melancarkan proses metabolisme, untuk kecantikan dan awet muda, mencegah gangguan pencernaan, dan lain-lain
2.KURMA
Khasiat : meningkatkan stamina dan energi, mencegah & mengatasi anemia (kurang darah), melancarkan pembuangan, sebagai penenang (merileksasi sel otot tubuh yang tegang), mencegah pendarahan rahim.
3.JAHE (Zingiber officinale Rosc.)
Khasiat : meningkatkan stamina, mengatasi perut kembung, masuk angin, mual, muntah, sakit kepala, pusing, demam, dan lain-lain
4.TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza)
Khasiat : kolesterol tinggi, meningkatkan stamina tubuh/tonikum, kurang darah, radang lambung/maag, perut kembung, dan lain-lain.
5.KENCUR (Kaempferia galanga)
Khasiat : meningkatkan stamina tubuh, menghilangkan bau mulut, radang lambung, kembung, mual, muntah, masuk angin, dan lain-lain.
6.Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas)
Khasiat : perut kembung, peluruh kentut, masuk angin, gangguan lambung
7.KUNYIT (Curcuma domestica Val.)
Khasiat /efek ; radang lambung, memperlancar pengeluaran empedu sehingga mengurangi perut kembung, mual, dan rasa begah di perut.
8.KAPULAGA (Amomum cardamomum)
Khasiat : untuk radang lambung, mual, muntah-muntah, perut sebah dan kembung.
9.Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)
Khasiat : untuk radang lambung, mual, muntah-muntah, perut sebah dan kembung
Olahraga Sehat Saat Berpuasa
Berolahraga saat berpuasa? Mungkin terdengar melelahkan. Namun, tetap
melakukan kegiatan olah tubuh ternyata memberikan berbagai manfaat
baik. Berolahraga dapat mengubah cadangan energi atau lemak dalam tubuh
menjadi glukosa. Yang akan mengusir rasa lesu, malas, dan mengantuk.
Ramadan telah tiba, dan pada bulan ini umat muslim
diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa. Ritual puasa ini bukan
semata mengajarkan untuk menahan godaan hawa nafsu, lapar, dan dahaga.
Namun dibalik puasa ada pula manfaat kebaikan untuk kesehatan dan jiwa.
Salah seorang pencetus metode pengobatan ala Barat, Philippus Paracelsus, pernah mengatakan, "Puasa adalah obat paling mujarab, bahkan bagi seorang ahli pengobatan." Sebelumnya, seorang filsuf Yunani kuno yang terkenal, Plato, mempercayai manfaat dari puasa dan membuktikannya sendiri dengan melakukannya akan memperkuat kinerja stamina fisik dan mentalnya.
Pernyataan dua individu dari masa lalu itu pun dibenarkan oleh penemuan fakta terbaru tentang manfaat puasa yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari diberbagai belahan dunia. Salah satunya dilakukan oleh mendiang dr. Allan Cott, penulis buku bestseller berjudul Fasting: The Ultimate Diet dari Amerika Serikat. Cott telah menghimpun hasil pengamatan dan penelitian dari para ilmuwan berbagai negara tentang manfaat utama puasa, dan menyimpulkan bahwa ada korelasi antara puasa dengan perbaikan kualitas fisik dan mental.
Selain itu Cott menyimpulkan beberapa manfaat melakukan puasa bagi tubuh manusia. Puasa terbukti akan memperlambat proses penuaan, mampu membersihkan tubuh (detoksifikasi) dan merangsang proses pemulihan diri sendiri, menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol, menambah kemampuan kontrol diri, mengendorkan stress, mempertajam kemampuan indrawi, meningkatkan kualitas seksual, bahkan mampu meningkatkan sistem imunitas tubuh terhadap berbagai penyakit.
Pemulihan Fisik
Sebuah institusi bernama Fasting Center International dari Amerika Serikat yang dipimpin oleh Dennis Paulson, selama 35 tahun ini telah menanggani sejumlah pasien dari 220 negara. Institusi ini justru tak hanya merekomendasikan puasa dalam program penurunan berat badan, karena manfaatnya juga terbukti dapat mengeluarkan toksin, memperbaiki stamina, juga memperbaiki kesehatan mental dan fisik tubuh kita, serta yang paling penting yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup.
Inti dari metode puasa bagi penyembuhan pemulihan tubuh dijelaskan melalui proses detoksifikasi. Detoksifikasi merupakan proses kemampuan tubuh untuk menetralisasi atau mengeliminasi zat-zat racun dalam tubuh. Proses detoksifikasi lazimnya terjadi pada organ usus besar, hati, ginjal, paru, kelenjar getah bening, dan kulit.
Ketika kita berpuasa, akan ada penurunan asupan makanan atau energi. Oleh karenanya tubuh manusia akan bereaksi dengan mengunakan cadangan energi yang ada untuk menggantikan penurunan energi tersebut. Tubuh manusia akan mengurai cadangan lemak yang kemudian diubah menjadi energi. Proses ini disebut sebagai otolisis. Semakin kurangnya asupan energi, maka akan semakin meningkat pula proses otolisi ini.
Dalam proses otolisis juga ini sekaligus terjadi pelepasan timbunan senyawa kimia berbahaya yang terikat dalam cadangan lemak tubuh yang kemudian akan dibuang oleh organ yang bertugas untuk melakukan detoksifikasi.
Kesehatan Jiwa
Salah satu pencetus timbulnya penyakit yang banyak dialami manusia yaitu diakibatkan oleh stress/depresi. Teori tentang penyebab penyakit ini beragam, diantaranya faktor genetik, faktor psikososial, faktor kepribadian, dan faktor biogenikamin (serotonin dianggap sebagai neurotransmiter yang paling bertanggung jawab masalah depresi).
Nah, dari segi medis maka faktor biogenikamin inilah yang membuktikan bahwa puasa mampu membuat jiwa kita menjadi lebih tenang. Hal ini bisa terjadi karena saat tubuh kita berpuasa terjadi peningkatan serotonin dalam tubuh yang cukup signifikan.
Ini akan menjadikan tubuh kita lebih tenang, lebih mampu mengendalikan mood, dan menekan jika stimulan depresi datang.
Pendapat Ahli tentang Khasiat Saum
Korelasi antara manfaat puasa dengan kesehatan tubuh dijabarkan oleh analisa seperti berikut. Terkait manfaat puasa yang dapat melaksanakan fungsi detoksifikasi, menurut ahli spesialis gizi dari Hang Lekiu Medical Center, dr Inayah Budiasti MS.SpGK, definisi detoksifikasi di sini adalah proses pembuangan toksin tubuh dengan cara terbaik melalui pemberian nutrisi yang sesuai untuk sel-sel tubuh.
Terdapatnya toksin dalam tubuh manusia sebenarnya terjadi secara alami seperti yang berasal dari udara, kimia seperti pestisida, zat atau makanan aditif, logam berat pada air, kimia industri, residu obat-obat farmasi dan sebagainya.
"Toksin ini bisa juga berasal dari ampas makanan dan makanan-makanan yang tidak tercerna. Bahkan pikiran dan emosi negatif juga merupakan racun bagi sel sel tubuh kita. Semua ampas atau zat yang tidak diperlukan oleh tubuh akan diperlakukan sebagai racun," ujar Inayah.
Selain itu, munculnya toksin ada juga yang diproduksi oleh tubuh. Hal itu merupakan proses metabolisme dimana setiap hari terdapat pembelahan sel-sel baru, sementara itu sel-sel lama akan menjadi aus dan mati. Dalam kondisi normal ampas akan dikeluarkan secara teratur setiap harinya melalui sistem pembuangan tubuh.
"Puasa sangat baik dilakukan, tidak hanya untuk orang yang ingin menurunkan berat badan. Orang sehat dengan berat badan ideal pun sangat baik menjalani puasa secara periodik, agar racun yang masuk dalam tubuh tidak menumpuk dan menjadi penyakit yang parah. Puasa untuk detoksifikasi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi prinsipnya satu yakni, tidak memasukkan makanan berlebihan terutama yang tidak sehat, dan mengurangi pemborosan energi hingga energi yang dihasilkan tubuh betul-betul digunakan untuk merontokkan semua racun," papar Inayah.
Saat berpuasa, energi yang sebelumnya digunakan untuk melakukan proses pencernaan, jadi dialihkan pada proses metabolisme, sistem kekebalan dan produksi hormon. Akibatnya terjadi efisiensi kinerja fungsi organ maupun jaringan tubuh hingga kondisinya menjadi lebih sehat. Secara ringkas, efektifitas kinerja fungsi metabolisme, kekebalan, dan hormon juga kemudian akan merambat pada efek antipenuaan pada tubuh.
Kondisi badan yang lemah karena tidak
makan dan minum selama kurang lebih 14 jam merupakan salah satu alasan
kebanyakan orang untuk meninggalkan olahraga, terlebih bagi mereka yang
ingin memangkas berat badan.
Pasalnya, banyak orang menganggap bahwa
berat badan selama puasa pasti akan berkurang akibat tidak mengonsumsi
apapun di siang hari. Namun, jika ditelaah kembali, sebenarnya risiko
untuk menaikkan berat badan justru semakin besar.
Berolahraga dapat membakar lemak-lemak
yang menumpuk di dalam tubuh. Tidak hanya itu, berolahraga selama bulan
Ramadan juga akan mempercepat proses pembentukan tubuh. Khan menyarankan
mereka yang ingin membentuk tubuhnya untuk mengonsumsi minuman
berprotein tinggi setelah berolahraga.
Saat berbuka puasa biasanya nafsu makan
menjadi semakin tidak terkontrol, sehingga pilihan makanan dengan kalori
tinggi dengan mudah akan terjun bebas masuk ke dalam tubuh. Oleh
karenanya, penting untuk tetap menjaga pola makan sehat selama bulan
puasa. Pastikan juga olahraga tetap menjadi bagian aktivitas yang tidak
terlewatkan.
Selama berpuasa, akan terjadi penurunan
metabolisme tubuh secara alami. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya
asupan energi dan juga nutrisi yang didapat dari makanan. Untuk
mengatasinya, pilihlah jenis latihan yang memiliki intensitas ringan
hingga sedang. Olahraga dengan intensitas yang tidak terlalu memberatkan
akan tetap menjaga kebugaran tubuh selama berpuasa. Anda bisa memilih
jenis olahraga seperti yoga, berjalan kaki, jalan cepat, jogging,
bersepeda, atau melakukan beragam peregangan tubuh.
Tidak hanya sekedar memilih jenis
olahraga yang sesuai. Olahraga selama berpuasa juga sebaiknya dipilih
waktu yang ideal. Olahraga sesaat sebelum berbuka puasa bisa menjadi
pilihan. Pasalnya Anda dapat langsung mengembalikan energi dan cairan
yang hilang selama berolahraga dengan makan dan minum saat berbuka.
Pilihan lainnya, Anda bisa berolahraga
sekitar 2 sampai 3 jam setelah berbuka. Latihan setelah berbuka puasa
akan memberikan kesempatan tubuh untuk mengonsumsi makanan sehat
terlebih dahulu agar latihan yang dilakukan dapat maksimal.
Hikmah Manfaat Puasa Ramadhan – Tak terasa bulan Ramadhan 1433 H
tinggal beberapa hari akan kita jelang. Banyak sekali hikmah atau pun
manfaat yang bisa kita dapatkan dari berpuasa di bulan Ramadhan yang
penuh berkah ini, baik untuk jasmani (kesehatan) maupun rohani kita.
Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan
puasa seperti makan, minum, berhubungan badan dan perbuatan lainnya. Dan
yang juga tak kalah pentingnya adalah di bulan puasa Ramadhan terdapat 1
malam dimana lebih baik dari seribu bulan yaitu malam Lailatul Qodar.
Malam yang sangat dinantikan umat muslim karena apabila kita melakukan
ibadah atau amal kebaikan di malam tersebut maka pahalanya lebih baik
daripada kita melakukan ibadah/amal tersebut selama seribu bulan.
Hikmah Puasa Ramadhan
1. Meningkatkan ketaqwaan
Sebagaimana firman Allah dalam Alquran, “Hai
orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqarah: 183).
2. Meningkatkan rasa syukur atas segala nikmat Allah
Wahai orang-orang kaya, bersedekahlah kepada orang-orang fakir pada
bulan Ramadhan mulia ini, memberilah seperti pemberian orang yang tidak
takut miskin. Berdermalah dengan harta dan kebaikan kepada
saudara-saudaramu yang membutuhkan, jadilah orang yang mensyukuri nikmat
Allah. Rasulullah SAW telah bersabda: “Allah
sungguh ridha pada hamba yang memakan makanan lalu memuji-Nya atas
makan itu atau meminum minuman lalu memuji-Nya atas minuman itu” (HR. Muslim).
3. Orang yang berpuasa menyibukkan hatinya dengan pikir dan zikir.
Karena bila menuruti hawa nafsunya maka akan membuatnya lalai bahkan
mengeraskan hati. Karena itu Rasulullah SAW mengarahkan untuk
meringankan makan dan minum. Sabda Rasulullah : "Tidak
ada wadah yang diisi penuh oleh anak Adam yang lebih buruk daripada
perutnya. Cukuplah bagi anak Adam itu suapan yang dapat menegakkan
punggunya, jika dia tidak mampu, maka 1/3 untuk makanannya, 1/3 untuk
minumnya dan 1/3 untuk nafasnya" (HR. Ibnu Majah).
Manfaat Puasa Ramadhan
1. Puasa merupakan terapi detoksifikasi atau pembersihan racun dari dalam tubuh.
Dengan puasa, berarti membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita
sehingga menghasilkan enzim antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat
yang bersifat racun dari dalam tubuh.
2. Memperbaiki fungsi hormon dan meningkatkan fungsi organ tubuh.
3. Mendorong pergantian sel-sel tubuh yang rusak (peremajaan).
AMALAN PUASA RAMADHAN
Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid bin Syamhudi
DEFINISI PUASA
Secara bahasa, puasa (ash shiyam) dalam bahasa Arab artinya menahan diri, seperti tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنسِيًّا
"Aku telah bernadzar kepada Allah untuk menahan diri (dari berbicara)".[Maryam : 26].
Adapun secara istilah syar'i ialah, menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan disertai niat.
AMALAN-AMALAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PUASA
1. Niat.
Jika telah masuk bulan Ramadhan, wajib bagi setiap muslim untuk berniat puasa pada malam harinya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tiada baginya puasa itu". [Riwayat Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan Al Baihaqi, dari Hafshah binti Umar]
Niat itu, tempatnya berada di hati. Sedangkan melafalkannya, termasuk amal bid'ah. Berniat puasa pada malam hari, ini khusus untuk puasa wajib saja.
2. Qiyam Ramadhan.
a). Qiyam Ramadhan Disyariatkan Dengan Berjamaah.
Dalam melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) disyariatkan berjamaah. Bahkan berjamaah itu lebih utama dibandingkan mengerjakannya sendirian, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukan hal tersebut dan menjelaskan keutamaannya. Tersebut dalam hadits Abu Dzar:
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ الهِd صَلَّى الهُa عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ وَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْنَا لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ فَقَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ وَصَلَّى بِنَا فِي الثَّالِثَةِ وَدَعَا أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ فَقَامَ بِنَا حَتَّى تَخَوَّفْنَا الْفَلَاحَ قُلْتُ لَهُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ
"Kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah. Beliau tidak mengimami shalat tarawih kami selama bulan itu, kecuali sampai tinggal tujuh hari. Saat itu, Beliau mengimami kami (shalat tarawih) sampai berlalu sepertiga malam. Pada hari keenam (tinggal 6 hari), Beliau tidak shalat bersama kami. Baru kemudian pada hari kelima (tinggal 5 hari), Beliau mengimami kami (shalat tarawih) sampai berlalu separoh malam. Saat itu kami berkata kepada Beliau: 'Wahai Rasulullah. Sudikah engkau menambah shalat pada malam ini'. Beliau menjawab,'Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imamnya sampai selesai, niscaya ditulis baginya pahala shalat satu malam'. Lalu pada malam keempat (tinggal 4 hari), kembali Beliau tidak mengimami shalat kami. Dan pada malam ketiga (tinggal 3 hari), Beliau kumpulkan keluarga dan istri-istrinya serta orang-orang, lalu mengimami kami (pada malam tersebut) sampai kami takut kehilangan kemenangan. Aku (perawi dari Abu Dzar) berkata: Aku bertanya, Apa kemenangan itu?. Beliau (Abu Dzar) menjawab, Sahur." [HR At Tirmidzi].
Demikianlah shalat tarawih atau qiyamu ramadhan tidak dilaksanakan dengan berjamaah pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan masa Abu Bakar, sampai pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Rasulullah tidak melakukannya secara berjamaah terus-menerus, sebab Beliau khawatir hal itu akan diwajibkan atas kaum Muslimin, sehingga ummatnya tidak mampu mengerjakannya. Disebutkan dalam hadits Aisyah (dalam Shahihain): "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada suatu malam, lalu shalat di masjid, dan beberapa orang ikut shalat bersamanya. Pagi harinya, manusia membicarakan hal itu. Maka berkumpullah orang lebih banyak dari mereka, lalu (Rasulullah) shalat dan orang-orang tersebut shalat bersamanya. Pada keesokan harinya, manusia membicarakan hal itu. Maka pada malam ke tiga, jama'ah semakin banyak, lalu Rasulullah keluar dan shalat bersama mereka. Ketika malam ke empat masjid tidak dapat menampung jama'ah (namun Beliau tidak keluar) sehingga Beliau keluar untuk shalat Subuh; ketika selesai shalat Subuh, Beliau menghadap jama'ah, lalu membaca syahadat dan bersabda: Amma ba'du. Aku sudah mengetahui sikap kalian. Akan tetapi, aku khawatir shalat ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak mampu melaksanakannya. Lalu (setelah beberapa waktu) Rasulullah meninggal, dan perkara tersebut tetap dalam keadaan tidak berjamaah". [HR Al Bukhari dan Muslim].
Jadi, sebab shalat ini tidak dilaksanakan secara berjama'ah terus-menerus pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah kekhawatiran beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kalau-kalau shalat ini diwajibkan atas umatnya. Dan sebab ini telah hilang dengan wafatnya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. karena dengan wafatnya beliau berarti agama ini telah disempurnakan oleh Allah Azza wa Jalla, tidak mungkin lagi ada penambahan. Dengan demikian, tinggallah hukum disyariatkannya berjamaah dalam qiyam Ramadhan (baca tarawih) yang hal itu dihidupkan oleh Umar bin al-Khaththab pada kekhalifaannya.
b). Jumlah Rakaatnya.
Menurut pendapat yang rajih (kuat), qiyam ramadhan dikerjakan 11 rakaat, dan boleh kurang darinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menentukan banyaknya maupun panjang bacaannya.
c). Waktunya.
Waktunya dikerjakan dari setelah shalat Isya` sampai munculnya fajar Subuh. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ زَادَ كُمْ صَلاَةً ،وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Allah telah menambah kalian satu shalat, dan dia adalah witir, maka shalatlah kalian antara shalat Isya sampai shalat Fajar". [HR Ahmad dari Abi Bashrah, dan dishahihkan Al Albani dalam Qiyam Ar Ramadhan, 26].
d). Qunut.
Setelah selesai membaca surat dan sebelum ruku, kadang-kadang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca qunut, dan boleh dilakukan setelah ruku.
e). Bacaan Setelah Shalat Witir.
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْس
Cara membaca doa ini, yaitu dengan memanjangkan suara dan meninggikannya pada yang ketiga.
3). Sahur.
Allah mensyariatkan sahur atas kaum Muslimin untuk membedakan puasa mereka dengan puasa orang-orang sebelum mereka, sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri :
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحُوْرِ رواه مسلم
"Yang membedakan puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur". [Riwayat Muslim].
a). Keutamaan Sahur.
• Sahur adalah berkah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّهَا بَرَكَةٌ أَعْطَاكُمُ اللهُ إِيَّاهَا فَلاَ تَدَعُوْهُ رواه النسائي وأحمد بسند صحيح
"Sesungguhnya sahur adalah berkah yang diberikan Allah kepada kalian, maka kalian jangan meninggalkannya". [Riwayat An Nasa-i dan Ahmad, dengan sanad yang shahih].
Sahur sebagai suatu berkah dapat dilihat dengan jelas, karena itu mengikuti Sunnah dan menguatkan orang berpuasa, serta menambah semangat untuk menambah puasa. Juga mengandung maksud untuk membedakan dengan ahli kitab.
• Shalawat dari Allah dan malaikat ditujukan kepada orang yang bersahur. Dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
السَّحُوْرُ أَكْلَةُ الْبَرَكَةِ، فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ رواه ابن أبي شيبة وأحمد
"Sahur adalah makanan berkah, maka kalian jangan tinggalkan, walaupun salah seorang dari kalian hanya meminum seteguk air, karena Allah dan para malaikat bershalawat atas orang-orang yang bersahur".[Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad].
b). Mengakhirkan Sahur Adalah Sunnah.
Disunnahkan memperlambat sahur sampai mendekati Subuh (Fajar), sebagaimana disebutkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dari Zaid bin Tsabit, ia berkata :
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيْثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ، قُلْتُ:كَمْ كَانَ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَالسُّحُوْرِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِيْنَ آيـة رواه البخاري ومسلم
"Kami sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau pergi untuk shalat. Aku (Ibnu Abbas) bertanya: Berapa lama antara adzan dengan sahur? Dia menjawab, Sekitar 50 ayat." [Riwayat Al Bukhari dan Muslim]
.
c). Hukum Sahur.
Sahur merupakan sunnah muakkad (sunnah yang ditekankan). Dalilnya :
• Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِيْ السُّحُوْرِ بَرَكَةً رواه البخاري ومسلم
"Bersahurlah, karena dalam sahur terdapat berkah". [Riwayat Al Bukhari dan Muslim].
• Larangan meninggalkan sahur sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Sa'id yang terdahulu. Oleh karena itu, Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (3/139) menukilkan ijma tentang sunnahnya sahur.
4. Waktu Puasa.
Waktu puasa dimulai dari terbit fajar Subuh sampai terbenam matahari. Dalilnya, yaitu firman Allah, yang artinya : "Dan makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian putihnya siang dan hitamnya malam dari fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam". [Al-Baqarah:186].
Setelah jelas waktu fajar, maka kita menyempurnakan puasa sampai terbenam matahari, lalu berbuka sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَ أَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ رواه البخاري ومسلم
"Jika telah datang waktu malam dari arah sini dan pergi waktu siang dari arah sini serta telah terbenam matahari, maka orang yang berpuasa telah berbuka". [Riwayat Al Bukhari dan Muslim]
Waktu berbuka tersebut dapat dilihat dengan datangnya awal kegelapan dari arah timur setelah hilangnya bulatan matahari secara langsung. Semua itu dapat dilihat dengan mata telanjang, tidak memerlukan alat teropong untuk mengetahuinya.
5. Perkara-Perkara Yang Membatalkan Puasa.
a). Makan dan minum dengan sengaja. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya : "Dan makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian putihnya siang dan hitamnya malam dari fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam" [Al-Baqarah:186].
b). Sengaja untuk muntah, atau muntah dengan sengaja.
c). Haid dan nifas.
d). Injeksi yang berisi makanan (infus).
e). Bersetubuh.
6. Perkara-Perkara Lain Yang Harus Ditinggalkan Saat Berpuasa.
a). Berkata bohong. Dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah nbersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَ اْلعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ ِلهُِ حَاجَةً أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَه رواه البخاري
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong, maka Allah tidak butuh dengan usahanya meninggalkan makan dan minum". [Riwayat Al Bukhari].
b). Berbuat kesia-siaan dan kejahatan (kejelekan). Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ اْلأَكْلِ وَالشَّرَابِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّيْ صَائِمٌ إِنِّيْ صَائِمٌ رواه ابن خزيمة والحاكم
"Bukanlah puasa itu (menahan diri) dari makan dan minum, (tetapi) puasa itu adalah (menahan diri) dari kesia-siaan dan kejelekan, maka kalau seseorang mencacimu atau berbuat kejelekan kepadamu, maka katakanlah : Saya sedang puasa. Saya sedang puasa". [Riwayat Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim].
7. Perkara-Perkara Yang Dibolehkan.
a). Orang yang junub sampai datang waktu fajar, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah dan Ummu Salamah, keduanya berkata: "Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan fajar (Subuh) dalam keadaan junub dari keluarganya, kemudian mandi dan berpuasa". [Riwayat Al Bukhari dan Muslim].
b). Bersiwak.
c). Berkumur dan memasukkan air ke hidung ketika berwudhu`.
d). Bersentuhan dan berciuman bagi orang yang berpuasa, dan dimakruhkan bagi orang-orang yang berusia muda, karena dikhawatirkan hawa nafsunya bangkit.
e). Injeksi yang bukan berupa makanan.
f). Berbekam.
g). Mencicipi makanan selama tidak masuk ke tenggorokan.
h). Memakai penghitam mata (celak) dan tetes mata.
i). Menyiram kepala dengan air dingin dan mandi.
8. Orang-Orang Yang Dibolehkan Tidak Berpuasa.
a). Musafir (orang yang melakukan perjalanan atau bepergian ke luar kota). Mereka diberi kemudahan oleh Allah untuk berbuka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain". [Al-Baqarah :185]. Mereka diperbolehkan berbuka dan mengqadha (mengganti) puasanya pada bulan-bulan yang lainnya.
b). Orang yang sakit diperbolehkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan sebagai rahmat dan kemudahan yang Allah limpahkan kepadanya. Orang Sakit yang dibolehkan untuk berbuka puasa, jika sakit tersebut dapat membahayakan jiwanya, atau menambah sakitnya yang ditakutkan akan mengakhirkan atau memperlambat kesembuhannya jika si penderita berpuasa.
c). Wanita yang sedang haid atau nifas diwajibkan berbuka, maksudnya tidak boleh berpuasa. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَ لَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِيْنِهَا
"Bukankah kalau dia sedang haid tidak boleh shalat dan tidak boleh puasa? Maka itulah kekurangan agamanya". [HR Bukhari].
Juga hadits Aisyah ketika beliau ditanya tentang wanita yang mengqadha puasa dan tidak mengqadha shalatnya:
كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ صَوْمِنَا وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ صَلاَتِنَا
"Dulu kamipun mendapatkannya, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat". [HR Bukhari dan Muslim].
Berdasarkan ijma' para ulama, maka wanita yang sedang haid atau nifas, diwajibkan berbuka dan mengqadha puasanya pada bulan-bulan yang lain.
d). Orang yang sudah tua dan lemah, baik laki-laki maupun perempuan dibolehkan untuk berbuka, sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas: "Orang laki-laki dan perempuan tua yang sudah tidak mampu berpuasa, maka mereka memberi makan setiap hari seorang miskin". [Riwayat Al Bukhari, no. 4505].
e). Wanita sedang hamil atau menyusui, yang takut terhadap keselamatan dirinya dan anak yang dikandungnya atau anak yang disusuinya, juga termasuk yang mendapat keringanan untuk berbuka. Tidak ada kewajiban bagi mereka, kecuali fidyah. Demikian ini adalah pendapat Ibnu Abbas dan Ishaq. Dalilnya ialah firman Allah, yang artinya : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah (jika mereka tidak puasa), (yaitu) memberi makan seorang miskin. [Al-Baqarah : 184].
Ayat ini dikhususkan bagi orang tua yang sudah lemah, orang sakit yang tidak kunjung sembuh, orang hamil dan menyusui jika keduanya takut terhadap keselamatan dirinya atau anaknya. Karena ayat di atas telah dinasakh oleh ayat yang lain, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdulah bin Umar dan Salamah bin Al Akwa':
كُنَّا فِيْ رَمَضَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ فَافْتَدَى بِطَعَامِ مِسْكِيْنِ
حَتَّى نَزَلَتْ هَذِهِ الأَيَةُ : فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْ.
"Kami dahulu pada bulan Ramadlan dimasa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mau berpuasa, boleh dan yang tidak bepuasa juga boleh, tapi memberikan makan kepada satu orang miskin, sampai turun ayat (yang artinya) "Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu, -QS Al Baqarah ayat 185-
,
Akan tetapi Ibnu Abbas berpendapat, bahwa ayat tersebut tidak dinasakh (dihapus). Ayat ini khusus bagi orang-orang tua yang tidak mampu berpuasa, dan mereka boleh memberi makan satu orang miskin setiap hari. (Lihat perkataannya yang diriwayatkan Ibnul Jarut, Baihaqi dan Abu Dawud dengan sanad shahih). Pendapat ini dikuatkan juga oleh hadits Mu'adz bin Jabal, ia berkata:
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَيَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِلَى قَوْلِهِ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمَ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا أَجْزَأَهُ ذَلِكَ وَهَذَا حَوْلٌ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ إِلَى أَيَّامٍ أُخَرَ فَثَبَتَ الصِّيَامُ عَلَى مَنْ شَهِدَ الشَّهْرَ وَعَلَى الْمُسَافِرِ أَنْ يَقْضِيَ وَثَبَتَ الطَّعَامُ لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْعَجُوزِ اللَّذَيْنِ لَا يَسْتَطِيعَانِ الصَّوْمَ
"Sesungguhnya Rasulullah setelah datang ke Madinah memulai puasa tiga hari setiap bulan dan puasa hari Asyura, kemudian Allah turunkan firmanNya " Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kelian berpuasa..." sampai pada firmanNya "...memberi makan.". Ketika itu, siapa yang ingin berpuasa, dia berpuasa. Dan yang ingin berbuka (tidak puasa), bisa menggantinya dengan memberi makan satu orang miskin. Ini selama satu tahun. Kemudian Allah menurunkan lagi ayat yang lain "Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya Al Qur'an ..." sampai pada firmanNya "..di hari yang lain ..". Maka puasa tetap wajib bagi orang yang mukim (tidak safar) pada bulan tersebut, dan bagi musafir wajib mengqadha puasanya, dan menetapkan pemberian makanan bagi orang-orang tua yang tidak mampu untuk berpuasa ... . " [HR Abu Dawud, Baihaqi dan Ahmad].
Pendapat ini dirajihkan oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid dan Salim Al Hilali dalam Shifat Shaum Nabi, lihat halaman 80-84.
9. Berbuka Puasa.
a). Mempercepat waktu berbuka puasa. Termasuk sunnah dalam puasa, yaitu mempercepat waktu berbuka. Sebagaimana dikatakan oleh Amr bin Maimun Al Audi, bahwa sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling cepat berbuka dan paling lambat sahurnya. [Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam Al Mushannaf, no. 7591 dengan sanad yang dishahihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bary, 4/199].
Manfaat dari mempercepat berbuka ialah :
• Untuk mendapatkan kebaikan. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ رواه البخاري ومسلم
"Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasanya.". [Riwayat Al Bukhari dan Muslim].
• Merupakan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
• Untuk membedakan dengan puasa ahli kitab, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَزَالُ الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ، لأَنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَهُ رواه أبو داود وابن حبان بسند حسن
"Agama ini akan senantiasa menang selama manusia (kaum Muslimin) mempercepat buka puasanya, karena orang-orang Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya". [Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban dengan sanad hasan].
Dan berbuka puasa dilakukan sebelum shalat Maghrib, karena merupakan akhlak para nabi.
b). Makanan Berbuka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk berbuka dengan kurma, dan kalau tidak ada, maka dengan air sebagaimana dikatakan Anas bin Malik: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka dengan ruthab sebelum shalat, kalau tidak ada ruthab, maka dengan kurma, dan kalau tidak ada kurma, Beliau menghirup (meminum) beberapa teguk air". [HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang shahih]. Ini merupakan kesempurnaan kasih sayang dan perhatian Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap umatnya.
c). Bacaan Ketika Berbuka.
Berdoa ketika berbuka termasuk dari doa-doa yang mustajab, sebagaimana disabdakan Rasulllah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ دَعْوَةُ الصَّائِمِ وَ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
"Ada tiga doa yang mustajab, (yaitu): doanya orang yang berpuasa, doanya orang yang terzhalimi dan doanya para musafir". [HR Al Uqaili].
Sebaiknya berdoa dengan doa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَ ثَبَتََ الأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
"Mudah-mudahan hilang dahaga, basah otot-otot dan mendapat pahala, insya Allah".
d). Memberi Makan Kepada Orang Yang Berpuasa.
Hendaknya orang yang berpuasa menambah pahala puasanya dengan memberi makan orang yang berbuka puasa. Orang yang melakukannya akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرُ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
"Barangsiapa yang memberi buka puasa orang yang berpuasa, maka dia mendapat (pahala) seperti pahalanya (orang yang berbuka itu) tanpa mengurang sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut". [HR Ahmad dan At Tirmidzi]
10. Adab Orang Yang Berpuasa.
a). Memperlambat sahur.
b). Mempercepat berbuka puasa.
c). Berdoa ketika berpuasa dan ketika berbuka.
d). Menahan diri dari perkara-perkara yang merusak puasa.
e). Bersiwak.
f). Memperbanyak berinfak dan tadarus Al Qur`an.
g). Bersungguh-sungguh dalam beribadah, khususnya pada sepuluh hari terakhir.
Demikianlah beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah puasa yang kamisampaikan secara singkat. Mudah-mudahan bermanfaat.
Maraji` :
1. Shifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, oleh Salim Al Hilali dan Ali Hasan.
2. Fatawa Ramadhan.
3. Majmu' Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
4. Qiyam Ar Ramadhan, Syaikh Muhammad Nashruddin Al Albani.
Hal-hal Yang Membatalkan Puasa Ramadhan. Menunaikan ibadah puasa merupakan suatu kewajiban, seperti halnya yang terdapat dalam Perintah Puasa dalam Al Quran Surat Al Baqarah Ayat 183. Kemudian, dalam menunaikan ibadah puasa tentu harus tahu Syarat Wajib Puasa dan Rukun Puasa, karena bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja, tapi banyak hal-hal yang harus di ketahui terlebih dahulu.
Datangnya Bulan Suci Ramadhan sangat di nantikan oleh semua umat Islam, karena banyak Keistimewaan dalam Bulan Ramadhan dan juga Hikmah Puasa Ramadhan. Nah, pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai Hal-hal yang membatalkan Puasa.
Hal yang Membatalkan Puasa, yaitu:
1. Makan Dan Minum Dengan Sengaja.
Memasukan makanan atau minuman ke dalam mulut biarpun sedikit saat sedang puasa termasuk benda lain seperti pulpen, kerikil yang sengaja di masukan dalam mulut lalu ditelan saat menjalankan puasa bisa membatalkan puasa
2. Bersenggama siang hari.
Melakukan hubungan suami istri saat puasa, mulai dari terbit fajar (setelah sahur) maka bisa membatalkan puasa, kalau Cuma mencium istri tidak menyebabkan puasa batal asal jangan sampa keluar sperma, karena hal itu sama dengan mengeluarkan sperma dengan sengaja.
3. Mengeluarkan sperma dengan sengaja (dikocok).
Mengeluarkan sperma (air mani) dengan sengaja bisa membatalkan puasa seperti (mengocok) lalu keluar sperma atau seperti mencium istri yang bisa menyebabkan keluarnya sperma dan sebagainya.
4. Muntah Disengaja.
Keluar muntah yang disengaja juga bisa merusak puasa seperti mulut dicolok sampai mual lalu muntah, atau sebab lain yang disengaja agar muntah kecuali mabuk perjalanan dan tidak sengaja
5. Haid Dan Nifas.
Keluarnya darah haid bagi wanita termasuk darah nifas (melahirkan) tidak boleh berpuasa karena puasanya tidak sah dengan kondisi seperti itu
6. Merokok.
Merukok juga tidak diperkenankan saat puasa, karena sama dengan memasukan sesuatu dalam mulut bahkan bisa menimbulkan kenikmatan
7. Murtad.
Murtad (orang yang keluar dari islam)
8. Memasukan Suntikan (Berupa Makanan).
Dalam hal ini ada banyak pendapat, meskipun suntikan ini tidak dimasukan melalui mulut namun jika suntikan itu berupa makanan yang tujuannya untuk meberikan makanan yang bersifat menyegarkan dan mengenyangkan bisa merusak puasa.
9. Memasukan Air Drai Dubur (lubang Belakang).
Hal yang masuk kedalam perut baik melalui mulut atau dubur tidak diperbolehkan seperti kentut dalam air dengan sengaja bisa menyebabkan air masuk
Nah itulah bagian dari hal-hal yang bisa membatalkan Puasa Ramadhan, dapatkan juga informasi selanjutntnya pada postingan yang akan hadir berikutnya. Semoga bermanfaat.
Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid bin Syamhudi
DEFINISI PUASA
Secara bahasa, puasa (ash shiyam) dalam bahasa Arab artinya menahan diri, seperti tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنسِيًّا
"Aku telah bernadzar kepada Allah untuk menahan diri (dari berbicara)".[Maryam : 26].
Adapun secara istilah syar'i ialah, menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan disertai niat.
AMALAN-AMALAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PUASA
1. Niat.
Jika telah masuk bulan Ramadhan, wajib bagi setiap muslim untuk berniat puasa pada malam harinya, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَمْ يُجْمِعْ الصِّيَامَ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tiada baginya puasa itu". [Riwayat Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan Al Baihaqi, dari Hafshah binti Umar]
Niat itu, tempatnya berada di hati. Sedangkan melafalkannya, termasuk amal bid'ah. Berniat puasa pada malam hari, ini khusus untuk puasa wajib saja.
2. Qiyam Ramadhan.
a). Qiyam Ramadhan Disyariatkan Dengan Berjamaah.
Dalam melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) disyariatkan berjamaah. Bahkan berjamaah itu lebih utama dibandingkan mengerjakannya sendirian, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melakukan hal tersebut dan menjelaskan keutamaannya. Tersebut dalam hadits Abu Dzar:
صُمْنَا مَعَ رَسُولِ الهِd صَلَّى الهُa عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ سَبْعٌ مِنْ الشَّهْرِ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ وَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْنَا لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ فَقَالَ إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ وَصَلَّى بِنَا فِي الثَّالِثَةِ وَدَعَا أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ فَقَامَ بِنَا حَتَّى تَخَوَّفْنَا الْفَلَاحَ قُلْتُ لَهُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ
"Kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah. Beliau tidak mengimami shalat tarawih kami selama bulan itu, kecuali sampai tinggal tujuh hari. Saat itu, Beliau mengimami kami (shalat tarawih) sampai berlalu sepertiga malam. Pada hari keenam (tinggal 6 hari), Beliau tidak shalat bersama kami. Baru kemudian pada hari kelima (tinggal 5 hari), Beliau mengimami kami (shalat tarawih) sampai berlalu separoh malam. Saat itu kami berkata kepada Beliau: 'Wahai Rasulullah. Sudikah engkau menambah shalat pada malam ini'. Beliau menjawab,'Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imamnya sampai selesai, niscaya ditulis baginya pahala shalat satu malam'. Lalu pada malam keempat (tinggal 4 hari), kembali Beliau tidak mengimami shalat kami. Dan pada malam ketiga (tinggal 3 hari), Beliau kumpulkan keluarga dan istri-istrinya serta orang-orang, lalu mengimami kami (pada malam tersebut) sampai kami takut kehilangan kemenangan. Aku (perawi dari Abu Dzar) berkata: Aku bertanya, Apa kemenangan itu?. Beliau (Abu Dzar) menjawab, Sahur." [HR At Tirmidzi].
Demikianlah shalat tarawih atau qiyamu ramadhan tidak dilaksanakan dengan berjamaah pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan masa Abu Bakar, sampai pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Rasulullah tidak melakukannya secara berjamaah terus-menerus, sebab Beliau khawatir hal itu akan diwajibkan atas kaum Muslimin, sehingga ummatnya tidak mampu mengerjakannya. Disebutkan dalam hadits Aisyah (dalam Shahihain): "Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada suatu malam, lalu shalat di masjid, dan beberapa orang ikut shalat bersamanya. Pagi harinya, manusia membicarakan hal itu. Maka berkumpullah orang lebih banyak dari mereka, lalu (Rasulullah) shalat dan orang-orang tersebut shalat bersamanya. Pada keesokan harinya, manusia membicarakan hal itu. Maka pada malam ke tiga, jama'ah semakin banyak, lalu Rasulullah keluar dan shalat bersama mereka. Ketika malam ke empat masjid tidak dapat menampung jama'ah (namun Beliau tidak keluar) sehingga Beliau keluar untuk shalat Subuh; ketika selesai shalat Subuh, Beliau menghadap jama'ah, lalu membaca syahadat dan bersabda: Amma ba'du. Aku sudah mengetahui sikap kalian. Akan tetapi, aku khawatir shalat ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak mampu melaksanakannya. Lalu (setelah beberapa waktu) Rasulullah meninggal, dan perkara tersebut tetap dalam keadaan tidak berjamaah". [HR Al Bukhari dan Muslim].
Jadi, sebab shalat ini tidak dilaksanakan secara berjama'ah terus-menerus pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah kekhawatiran beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kalau-kalau shalat ini diwajibkan atas umatnya. Dan sebab ini telah hilang dengan wafatnya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. karena dengan wafatnya beliau berarti agama ini telah disempurnakan oleh Allah Azza wa Jalla, tidak mungkin lagi ada penambahan. Dengan demikian, tinggallah hukum disyariatkannya berjamaah dalam qiyam Ramadhan (baca tarawih) yang hal itu dihidupkan oleh Umar bin al-Khaththab pada kekhalifaannya.
b). Jumlah Rakaatnya.
Menurut pendapat yang rajih (kuat), qiyam ramadhan dikerjakan 11 rakaat, dan boleh kurang darinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menentukan banyaknya maupun panjang bacaannya.
c). Waktunya.
Waktunya dikerjakan dari setelah shalat Isya` sampai munculnya fajar Subuh. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ زَادَ كُمْ صَلاَةً ،وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Allah telah menambah kalian satu shalat, dan dia adalah witir, maka shalatlah kalian antara shalat Isya sampai shalat Fajar". [HR Ahmad dari Abi Bashrah, dan dishahihkan Al Albani dalam Qiyam Ar Ramadhan, 26].
d). Qunut.
Setelah selesai membaca surat dan sebelum ruku, kadang-kadang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca qunut, dan boleh dilakukan setelah ruku.
e). Bacaan Setelah Shalat Witir.
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْسِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُوْس
Cara membaca doa ini, yaitu dengan memanjangkan suara dan meninggikannya pada yang ketiga.
3). Sahur.
Allah mensyariatkan sahur atas kaum Muslimin untuk membedakan puasa mereka dengan puasa orang-orang sebelum mereka, sebagaimana disabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri :
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحُوْرِ رواه مسلم
"Yang membedakan puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah makan sahur". [Riwayat Muslim].
a). Keutamaan Sahur.
• Sahur adalah berkah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّهَا بَرَكَةٌ أَعْطَاكُمُ اللهُ إِيَّاهَا فَلاَ تَدَعُوْهُ رواه النسائي وأحمد بسند صحيح
"Sesungguhnya sahur adalah berkah yang diberikan Allah kepada kalian, maka kalian jangan meninggalkannya". [Riwayat An Nasa-i dan Ahmad, dengan sanad yang shahih].
Sahur sebagai suatu berkah dapat dilihat dengan jelas, karena itu mengikuti Sunnah dan menguatkan orang berpuasa, serta menambah semangat untuk menambah puasa. Juga mengandung maksud untuk membedakan dengan ahli kitab.
• Shalawat dari Allah dan malaikat ditujukan kepada orang yang bersahur. Dalam hadits Abu Sa'id Al Khudri Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
السَّحُوْرُ أَكْلَةُ الْبَرَكَةِ، فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِيْنَ رواه ابن أبي شيبة وأحمد
"Sahur adalah makanan berkah, maka kalian jangan tinggalkan, walaupun salah seorang dari kalian hanya meminum seteguk air, karena Allah dan para malaikat bershalawat atas orang-orang yang bersahur".[Riwayat Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad].
b). Mengakhirkan Sahur Adalah Sunnah.
Disunnahkan memperlambat sahur sampai mendekati Subuh (Fajar), sebagaimana disebutkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dari Zaid bin Tsabit, ia berkata :
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيْثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ، قُلْتُ:كَمْ كَانَ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَالسُّحُوْرِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِيْنَ آيـة رواه البخاري ومسلم
"Kami sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau pergi untuk shalat. Aku (Ibnu Abbas) bertanya: Berapa lama antara adzan dengan sahur? Dia menjawab, Sekitar 50 ayat." [Riwayat Al Bukhari dan Muslim]
.
c). Hukum Sahur.
Sahur merupakan sunnah muakkad (sunnah yang ditekankan). Dalilnya :
• Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِيْ السُّحُوْرِ بَرَكَةً رواه البخاري ومسلم
"Bersahurlah, karena dalam sahur terdapat berkah". [Riwayat Al Bukhari dan Muslim].
• Larangan meninggalkan sahur sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Sa'id yang terdahulu. Oleh karena itu, Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (3/139) menukilkan ijma tentang sunnahnya sahur.
4. Waktu Puasa.
Waktu puasa dimulai dari terbit fajar Subuh sampai terbenam matahari. Dalilnya, yaitu firman Allah, yang artinya : "Dan makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian putihnya siang dan hitamnya malam dari fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam". [Al-Baqarah:186].
Setelah jelas waktu fajar, maka kita menyempurnakan puasa sampai terbenam matahari, lalu berbuka sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ مِنْ هَهُنَا وَ أَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَهُنَا وَغَرَبَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ رواه البخاري ومسلم
"Jika telah datang waktu malam dari arah sini dan pergi waktu siang dari arah sini serta telah terbenam matahari, maka orang yang berpuasa telah berbuka". [Riwayat Al Bukhari dan Muslim]
Waktu berbuka tersebut dapat dilihat dengan datangnya awal kegelapan dari arah timur setelah hilangnya bulatan matahari secara langsung. Semua itu dapat dilihat dengan mata telanjang, tidak memerlukan alat teropong untuk mengetahuinya.
5. Perkara-Perkara Yang Membatalkan Puasa.
a). Makan dan minum dengan sengaja. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya : "Dan makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian putihnya siang dan hitamnya malam dari fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam" [Al-Baqarah:186].
b). Sengaja untuk muntah, atau muntah dengan sengaja.
c). Haid dan nifas.
d). Injeksi yang berisi makanan (infus).
e). Bersetubuh.
6. Perkara-Perkara Lain Yang Harus Ditinggalkan Saat Berpuasa.
a). Berkata bohong. Dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah nbersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَ اْلعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ ِلهُِ حَاجَةً أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَه رواه البخاري
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong, maka Allah tidak butuh dengan usahanya meninggalkan makan dan minum". [Riwayat Al Bukhari].
b). Berbuat kesia-siaan dan kejahatan (kejelekan). Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ اْلأَكْلِ وَالشَّرَابِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ أَوْ جَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ إِنِّيْ صَائِمٌ إِنِّيْ صَائِمٌ رواه ابن خزيمة والحاكم
"Bukanlah puasa itu (menahan diri) dari makan dan minum, (tetapi) puasa itu adalah (menahan diri) dari kesia-siaan dan kejelekan, maka kalau seseorang mencacimu atau berbuat kejelekan kepadamu, maka katakanlah : Saya sedang puasa. Saya sedang puasa". [Riwayat Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim].
7. Perkara-Perkara Yang Dibolehkan.
a). Orang yang junub sampai datang waktu fajar, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah dan Ummu Salamah, keduanya berkata: "Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan fajar (Subuh) dalam keadaan junub dari keluarganya, kemudian mandi dan berpuasa". [Riwayat Al Bukhari dan Muslim].
b). Bersiwak.
c). Berkumur dan memasukkan air ke hidung ketika berwudhu`.
d). Bersentuhan dan berciuman bagi orang yang berpuasa, dan dimakruhkan bagi orang-orang yang berusia muda, karena dikhawatirkan hawa nafsunya bangkit.
e). Injeksi yang bukan berupa makanan.
f). Berbekam.
g). Mencicipi makanan selama tidak masuk ke tenggorokan.
h). Memakai penghitam mata (celak) dan tetes mata.
i). Menyiram kepala dengan air dingin dan mandi.
8. Orang-Orang Yang Dibolehkan Tidak Berpuasa.
a). Musafir (orang yang melakukan perjalanan atau bepergian ke luar kota). Mereka diberi kemudahan oleh Allah untuk berbuka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya : "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain". [Al-Baqarah :185]. Mereka diperbolehkan berbuka dan mengqadha (mengganti) puasanya pada bulan-bulan yang lainnya.
b). Orang yang sakit diperbolehkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan sebagai rahmat dan kemudahan yang Allah limpahkan kepadanya. Orang Sakit yang dibolehkan untuk berbuka puasa, jika sakit tersebut dapat membahayakan jiwanya, atau menambah sakitnya yang ditakutkan akan mengakhirkan atau memperlambat kesembuhannya jika si penderita berpuasa.
c). Wanita yang sedang haid atau nifas diwajibkan berbuka, maksudnya tidak boleh berpuasa. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَ لَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِيْنِهَا
"Bukankah kalau dia sedang haid tidak boleh shalat dan tidak boleh puasa? Maka itulah kekurangan agamanya". [HR Bukhari].
Juga hadits Aisyah ketika beliau ditanya tentang wanita yang mengqadha puasa dan tidak mengqadha shalatnya:
كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ صَوْمِنَا وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ صَلاَتِنَا
"Dulu kamipun mendapatkannya, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat". [HR Bukhari dan Muslim].
Berdasarkan ijma' para ulama, maka wanita yang sedang haid atau nifas, diwajibkan berbuka dan mengqadha puasanya pada bulan-bulan yang lain.
d). Orang yang sudah tua dan lemah, baik laki-laki maupun perempuan dibolehkan untuk berbuka, sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas: "Orang laki-laki dan perempuan tua yang sudah tidak mampu berpuasa, maka mereka memberi makan setiap hari seorang miskin". [Riwayat Al Bukhari, no. 4505].
e). Wanita sedang hamil atau menyusui, yang takut terhadap keselamatan dirinya dan anak yang dikandungnya atau anak yang disusuinya, juga termasuk yang mendapat keringanan untuk berbuka. Tidak ada kewajiban bagi mereka, kecuali fidyah. Demikian ini adalah pendapat Ibnu Abbas dan Ishaq. Dalilnya ialah firman Allah, yang artinya : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah (jika mereka tidak puasa), (yaitu) memberi makan seorang miskin. [Al-Baqarah : 184].
Ayat ini dikhususkan bagi orang tua yang sudah lemah, orang sakit yang tidak kunjung sembuh, orang hamil dan menyusui jika keduanya takut terhadap keselamatan dirinya atau anaknya. Karena ayat di atas telah dinasakh oleh ayat yang lain, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdulah bin Umar dan Salamah bin Al Akwa':
كُنَّا فِيْ رَمَضَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ فَافْتَدَى بِطَعَامِ مِسْكِيْنِ
حَتَّى نَزَلَتْ هَذِهِ الأَيَةُ : فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْ.
"Kami dahulu pada bulan Ramadlan dimasa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mau berpuasa, boleh dan yang tidak bepuasa juga boleh, tapi memberikan makan kepada satu orang miskin, sampai turun ayat (yang artinya) "Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu, -QS Al Baqarah ayat 185-
,
Akan tetapi Ibnu Abbas berpendapat, bahwa ayat tersebut tidak dinasakh (dihapus). Ayat ini khusus bagi orang-orang tua yang tidak mampu berpuasa, dan mereka boleh memberi makan satu orang miskin setiap hari. (Lihat perkataannya yang diriwayatkan Ibnul Jarut, Baihaqi dan Abu Dawud dengan sanad shahih). Pendapat ini dikuatkan juga oleh hadits Mu'adz bin Jabal, ia berkata:
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَصُومُ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَيَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِلَى قَوْلِهِ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمَ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينًا أَجْزَأَهُ ذَلِكَ وَهَذَا حَوْلٌ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ إِلَى أَيَّامٍ أُخَرَ فَثَبَتَ الصِّيَامُ عَلَى مَنْ شَهِدَ الشَّهْرَ وَعَلَى الْمُسَافِرِ أَنْ يَقْضِيَ وَثَبَتَ الطَّعَامُ لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ وَالْعَجُوزِ اللَّذَيْنِ لَا يَسْتَطِيعَانِ الصَّوْمَ
"Sesungguhnya Rasulullah setelah datang ke Madinah memulai puasa tiga hari setiap bulan dan puasa hari Asyura, kemudian Allah turunkan firmanNya " Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kelian berpuasa..." sampai pada firmanNya "...memberi makan.". Ketika itu, siapa yang ingin berpuasa, dia berpuasa. Dan yang ingin berbuka (tidak puasa), bisa menggantinya dengan memberi makan satu orang miskin. Ini selama satu tahun. Kemudian Allah menurunkan lagi ayat yang lain "Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya Al Qur'an ..." sampai pada firmanNya "..di hari yang lain ..". Maka puasa tetap wajib bagi orang yang mukim (tidak safar) pada bulan tersebut, dan bagi musafir wajib mengqadha puasanya, dan menetapkan pemberian makanan bagi orang-orang tua yang tidak mampu untuk berpuasa ... . " [HR Abu Dawud, Baihaqi dan Ahmad].
Pendapat ini dirajihkan oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid dan Salim Al Hilali dalam Shifat Shaum Nabi, lihat halaman 80-84.
9. Berbuka Puasa.
a). Mempercepat waktu berbuka puasa. Termasuk sunnah dalam puasa, yaitu mempercepat waktu berbuka. Sebagaimana dikatakan oleh Amr bin Maimun Al Audi, bahwa sahabat-sahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling cepat berbuka dan paling lambat sahurnya. [Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam Al Mushannaf, no. 7591 dengan sanad yang dishahihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bary, 4/199].
Manfaat dari mempercepat berbuka ialah :
• Untuk mendapatkan kebaikan. Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوْا اْلفِطْرَ رواه البخاري ومسلم
"Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mempercepat buka puasanya.". [Riwayat Al Bukhari dan Muslim].
• Merupakan Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
• Untuk membedakan dengan puasa ahli kitab, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَزَالُ الدِّيْنُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ، لأَنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُوْنَهُ رواه أبو داود وابن حبان بسند حسن
"Agama ini akan senantiasa menang selama manusia (kaum Muslimin) mempercepat buka puasanya, karena orang-orang Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya". [Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Hibban dengan sanad hasan].
Dan berbuka puasa dilakukan sebelum shalat Maghrib, karena merupakan akhlak para nabi.
b). Makanan Berbuka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk berbuka dengan kurma, dan kalau tidak ada, maka dengan air sebagaimana dikatakan Anas bin Malik: "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka dengan ruthab sebelum shalat, kalau tidak ada ruthab, maka dengan kurma, dan kalau tidak ada kurma, Beliau menghirup (meminum) beberapa teguk air". [HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang shahih]. Ini merupakan kesempurnaan kasih sayang dan perhatian Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap umatnya.
c). Bacaan Ketika Berbuka.
Berdoa ketika berbuka termasuk dari doa-doa yang mustajab, sebagaimana disabdakan Rasulllah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ دَعْوَةُ الصَّائِمِ وَ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
"Ada tiga doa yang mustajab, (yaitu): doanya orang yang berpuasa, doanya orang yang terzhalimi dan doanya para musafir". [HR Al Uqaili].
Sebaiknya berdoa dengan doa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَ ثَبَتََ الأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
"Mudah-mudahan hilang dahaga, basah otot-otot dan mendapat pahala, insya Allah".
d). Memberi Makan Kepada Orang Yang Berpuasa.
Hendaknya orang yang berpuasa menambah pahala puasanya dengan memberi makan orang yang berbuka puasa. Orang yang melakukannya akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرُ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
"Barangsiapa yang memberi buka puasa orang yang berpuasa, maka dia mendapat (pahala) seperti pahalanya (orang yang berbuka itu) tanpa mengurang sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut". [HR Ahmad dan At Tirmidzi]
10. Adab Orang Yang Berpuasa.
a). Memperlambat sahur.
b). Mempercepat berbuka puasa.
c). Berdoa ketika berpuasa dan ketika berbuka.
d). Menahan diri dari perkara-perkara yang merusak puasa.
e). Bersiwak.
f). Memperbanyak berinfak dan tadarus Al Qur`an.
g). Bersungguh-sungguh dalam beribadah, khususnya pada sepuluh hari terakhir.
Demikianlah beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah puasa yang kamisampaikan secara singkat. Mudah-mudahan bermanfaat.
Maraji` :
1. Shifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, oleh Salim Al Hilali dan Ali Hasan.
2. Fatawa Ramadhan.
3. Majmu' Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
4. Qiyam Ar Ramadhan, Syaikh Muhammad Nashruddin Al Albani.
Hal-hal Yang Membatalkan Puasa Ramadhan. Menunaikan ibadah puasa merupakan suatu kewajiban, seperti halnya yang terdapat dalam Perintah Puasa dalam Al Quran Surat Al Baqarah Ayat 183. Kemudian, dalam menunaikan ibadah puasa tentu harus tahu Syarat Wajib Puasa dan Rukun Puasa, karena bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja, tapi banyak hal-hal yang harus di ketahui terlebih dahulu.
Datangnya Bulan Suci Ramadhan sangat di nantikan oleh semua umat Islam, karena banyak Keistimewaan dalam Bulan Ramadhan dan juga Hikmah Puasa Ramadhan. Nah, pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai Hal-hal yang membatalkan Puasa.
Hal yang Membatalkan Puasa, yaitu:
1. Makan Dan Minum Dengan Sengaja.
Memasukan makanan atau minuman ke dalam mulut biarpun sedikit saat sedang puasa termasuk benda lain seperti pulpen, kerikil yang sengaja di masukan dalam mulut lalu ditelan saat menjalankan puasa bisa membatalkan puasa
2. Bersenggama siang hari.
Melakukan hubungan suami istri saat puasa, mulai dari terbit fajar (setelah sahur) maka bisa membatalkan puasa, kalau Cuma mencium istri tidak menyebabkan puasa batal asal jangan sampa keluar sperma, karena hal itu sama dengan mengeluarkan sperma dengan sengaja.
3. Mengeluarkan sperma dengan sengaja (dikocok).
Mengeluarkan sperma (air mani) dengan sengaja bisa membatalkan puasa seperti (mengocok) lalu keluar sperma atau seperti mencium istri yang bisa menyebabkan keluarnya sperma dan sebagainya.
4. Muntah Disengaja.
Keluar muntah yang disengaja juga bisa merusak puasa seperti mulut dicolok sampai mual lalu muntah, atau sebab lain yang disengaja agar muntah kecuali mabuk perjalanan dan tidak sengaja
5. Haid Dan Nifas.
Keluarnya darah haid bagi wanita termasuk darah nifas (melahirkan) tidak boleh berpuasa karena puasanya tidak sah dengan kondisi seperti itu
6. Merokok.
Merukok juga tidak diperkenankan saat puasa, karena sama dengan memasukan sesuatu dalam mulut bahkan bisa menimbulkan kenikmatan
7. Murtad.
Murtad (orang yang keluar dari islam)
8. Memasukan Suntikan (Berupa Makanan).
Dalam hal ini ada banyak pendapat, meskipun suntikan ini tidak dimasukan melalui mulut namun jika suntikan itu berupa makanan yang tujuannya untuk meberikan makanan yang bersifat menyegarkan dan mengenyangkan bisa merusak puasa.
9. Memasukan Air Drai Dubur (lubang Belakang).
Hal yang masuk kedalam perut baik melalui mulut atau dubur tidak diperbolehkan seperti kentut dalam air dengan sengaja bisa menyebabkan air masuk
Nah itulah bagian dari hal-hal yang bisa membatalkan Puasa Ramadhan, dapatkan juga informasi selanjutntnya pada postingan yang akan hadir berikutnya. Semoga bermanfaat.
Hal Yang Tidak Membatalkan Puasa ini merupakan sinonim dari pada pembahasan sebelumnya yang membahas Hal-hal Yang Membatalkan Puasa Ramadhan. Selain itu berkaitan juga dengan artikel lainnya, seperti pada "Orang Yang Boleh Meninggalkan Puasa Ramadhan". dan juga pada Syarat Wajib Puasa dan Rukun Puasa.
Dengan mengetahui cara dan rukun-rukun puasa kita bisa lebih khusu menunaikannya.
Lebih lagi bila kita mengetahui dasar hukum kenapa puasa di bulan ramadhan di wajibkan seperti yang tersurat pada Al Qur'an Surat Al Baqarah, atau dalam Perintah Puasa dalam Al Quran. Dan bisa lebih semangat lagi dalam menjalankannya ketika kita mengetahui tentang keistimewaan Bulan Ramadhan.
Hal Yang Tidak Membatalkan Puasa Ramadhan / Tidak Membatalkan Pahala Puasa:
Kemudian, Hal yang mengurangi/membatalkan Pahala Puasa:
Demikian pembahasan mengenai dua bahasan yang saya informasikan pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.
Dengan mengetahui cara dan rukun-rukun puasa kita bisa lebih khusu menunaikannya.
Lebih lagi bila kita mengetahui dasar hukum kenapa puasa di bulan ramadhan di wajibkan seperti yang tersurat pada Al Qur'an Surat Al Baqarah, atau dalam Perintah Puasa dalam Al Quran. Dan bisa lebih semangat lagi dalam menjalankannya ketika kita mengetahui tentang keistimewaan Bulan Ramadhan.
Hal Yang Tidak Membatalkan Puasa Ramadhan / Tidak Membatalkan Pahala Puasa:
- Menggosok gigi (asal sisa gosokan tidak ditelan)
- Menyicip makanan saat memasak tapi jangan ditelan (hati-hati).
- Menelan ludah.
- Muntah tapi tidak sengaja.
- Mengeluarkan sperma tanpa sengaja seperti bermimpi.
- Mengeluarkan darah dari luka yang tidak disengaja, kecuali jika darah yang keluar banyak dan membuat badan terasa lemas dan pusing).
- Kumur-kumur siang hari (hati-hati).
Kemudian, Hal yang mengurangi/membatalkan Pahala Puasa:
- Berkata Bohong (Berdusta).
- Membicarakan orang lain atau menggunjing.
- Memberikan kesaksian palsu saat berpuasa.
- Membicarakan hal hal yang keji/kotor (Rafats) seperti berbicara seputar sek, termasuk sumpah serapah atau ucapan kotor yang timbul akibat amarah.
- Laghwu ( uacapan yang tidak beranfaat).
- Shakhab (ucapan keras) dalam bertikaian.
- Bertengkar termasuk bertikai dan beradu mulut.
- Hasut/dengki melakukan sesuatu hal yang sengaja untuk merugikan orang lain.
- Melihat wanita lalu menimbulkan nafsu birahi.
- Mencium seseorang berbeda jenis bukan muhrim (tidak termasuk dengan istri). dsb.
Demikian pembahasan mengenai dua bahasan yang saya informasikan pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.
Manfaat Puasa bagi Jiwa dan Raga
KORAN JAKARTA/WACHYU AP
Salah seorang pencetus metode pengobatan ala Barat, Philippus Paracelsus, pernah mengatakan, "Puasa adalah obat paling mujarab, bahkan bagi seorang ahli pengobatan." Sebelumnya, seorang filsuf Yunani kuno yang terkenal, Plato, mempercayai manfaat dari puasa dan membuktikannya sendiri dengan melakukannya akan memperkuat kinerja stamina fisik dan mentalnya.
Pernyataan dua individu dari masa lalu itu pun dibenarkan oleh penemuan fakta terbaru tentang manfaat puasa yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari diberbagai belahan dunia. Salah satunya dilakukan oleh mendiang dr. Allan Cott, penulis buku bestseller berjudul Fasting: The Ultimate Diet dari Amerika Serikat. Cott telah menghimpun hasil pengamatan dan penelitian dari para ilmuwan berbagai negara tentang manfaat utama puasa, dan menyimpulkan bahwa ada korelasi antara puasa dengan perbaikan kualitas fisik dan mental.
Selain itu Cott menyimpulkan beberapa manfaat melakukan puasa bagi tubuh manusia. Puasa terbukti akan memperlambat proses penuaan, mampu membersihkan tubuh (detoksifikasi) dan merangsang proses pemulihan diri sendiri, menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol, menambah kemampuan kontrol diri, mengendorkan stress, mempertajam kemampuan indrawi, meningkatkan kualitas seksual, bahkan mampu meningkatkan sistem imunitas tubuh terhadap berbagai penyakit.
Pemulihan Fisik
Sebuah institusi bernama Fasting Center International dari Amerika Serikat yang dipimpin oleh Dennis Paulson, selama 35 tahun ini telah menanggani sejumlah pasien dari 220 negara. Institusi ini justru tak hanya merekomendasikan puasa dalam program penurunan berat badan, karena manfaatnya juga terbukti dapat mengeluarkan toksin, memperbaiki stamina, juga memperbaiki kesehatan mental dan fisik tubuh kita, serta yang paling penting yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup.
Inti dari metode puasa bagi penyembuhan pemulihan tubuh dijelaskan melalui proses detoksifikasi. Detoksifikasi merupakan proses kemampuan tubuh untuk menetralisasi atau mengeliminasi zat-zat racun dalam tubuh. Proses detoksifikasi lazimnya terjadi pada organ usus besar, hati, ginjal, paru, kelenjar getah bening, dan kulit.
Ketika kita berpuasa, akan ada penurunan asupan makanan atau energi. Oleh karenanya tubuh manusia akan bereaksi dengan mengunakan cadangan energi yang ada untuk menggantikan penurunan energi tersebut. Tubuh manusia akan mengurai cadangan lemak yang kemudian diubah menjadi energi. Proses ini disebut sebagai otolisis. Semakin kurangnya asupan energi, maka akan semakin meningkat pula proses otolisi ini.
Dalam proses otolisis juga ini sekaligus terjadi pelepasan timbunan senyawa kimia berbahaya yang terikat dalam cadangan lemak tubuh yang kemudian akan dibuang oleh organ yang bertugas untuk melakukan detoksifikasi.
Kesehatan Jiwa
Salah satu pencetus timbulnya penyakit yang banyak dialami manusia yaitu diakibatkan oleh stress/depresi. Teori tentang penyebab penyakit ini beragam, diantaranya faktor genetik, faktor psikososial, faktor kepribadian, dan faktor biogenikamin (serotonin dianggap sebagai neurotransmiter yang paling bertanggung jawab masalah depresi).
Nah, dari segi medis maka faktor biogenikamin inilah yang membuktikan bahwa puasa mampu membuat jiwa kita menjadi lebih tenang. Hal ini bisa terjadi karena saat tubuh kita berpuasa terjadi peningkatan serotonin dalam tubuh yang cukup signifikan.
Ini akan menjadikan tubuh kita lebih tenang, lebih mampu mengendalikan mood, dan menekan jika stimulan depresi datang.
Pendapat Ahli tentang Khasiat Saum
Korelasi antara manfaat puasa dengan kesehatan tubuh dijabarkan oleh analisa seperti berikut. Terkait manfaat puasa yang dapat melaksanakan fungsi detoksifikasi, menurut ahli spesialis gizi dari Hang Lekiu Medical Center, dr Inayah Budiasti MS.SpGK, definisi detoksifikasi di sini adalah proses pembuangan toksin tubuh dengan cara terbaik melalui pemberian nutrisi yang sesuai untuk sel-sel tubuh.
Terdapatnya toksin dalam tubuh manusia sebenarnya terjadi secara alami seperti yang berasal dari udara, kimia seperti pestisida, zat atau makanan aditif, logam berat pada air, kimia industri, residu obat-obat farmasi dan sebagainya.
"Toksin ini bisa juga berasal dari ampas makanan dan makanan-makanan yang tidak tercerna. Bahkan pikiran dan emosi negatif juga merupakan racun bagi sel sel tubuh kita. Semua ampas atau zat yang tidak diperlukan oleh tubuh akan diperlakukan sebagai racun," ujar Inayah.
Selain itu, munculnya toksin ada juga yang diproduksi oleh tubuh. Hal itu merupakan proses metabolisme dimana setiap hari terdapat pembelahan sel-sel baru, sementara itu sel-sel lama akan menjadi aus dan mati. Dalam kondisi normal ampas akan dikeluarkan secara teratur setiap harinya melalui sistem pembuangan tubuh.
"Puasa sangat baik dilakukan, tidak hanya untuk orang yang ingin menurunkan berat badan. Orang sehat dengan berat badan ideal pun sangat baik menjalani puasa secara periodik, agar racun yang masuk dalam tubuh tidak menumpuk dan menjadi penyakit yang parah. Puasa untuk detoksifikasi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi prinsipnya satu yakni, tidak memasukkan makanan berlebihan terutama yang tidak sehat, dan mengurangi pemborosan energi hingga energi yang dihasilkan tubuh betul-betul digunakan untuk merontokkan semua racun," papar Inayah.
Saat berpuasa, energi yang sebelumnya digunakan untuk melakukan proses pencernaan, jadi dialihkan pada proses metabolisme, sistem kekebalan dan produksi hormon. Akibatnya terjadi efisiensi kinerja fungsi organ maupun jaringan tubuh hingga kondisinya menjadi lebih sehat. Secara ringkas, efektifitas kinerja fungsi metabolisme, kekebalan, dan hormon juga kemudian akan merambat pada efek antipenuaan pada tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar